environesia.co.id – Jejak karbon merupakan jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya per periode tertentu. Gas-gas rumah kaca tersebut sebagai pengikat radiasi sinar matahari yang dipantulkan oleh bumi dan yang datang dari luar angkasa.
Secara alami, gas rumah kaca tersebut di atmosfer berfungsi sebagai penjaga permukaan bumi tetap hangat. Kika gas-gas rumah kaca tidak bekerja, maka suhu permukaan bumi akan lebih dingin, sehingga tidak mendukung kehidupan permukaan bumi seperti saat ini.
Dari iesr.co.id dijelaskan bahwa United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menetapkan enam jenis gas rumah kaca yang dihasilkan oleh tindakan manusia: Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan Sulfur hexafluoride (SF6).
Menurut hasil observasi, suhu permukaan bumi sudah naik rata-rata sebesar 1°C sejak awal revolusi industri (akhir abad ke-18) dan kenaikan ini akan mencapai 2°C pada pertengahan abad ini dan lebih dari 3,5°C pada akhir 2100 jika tidak dilakukan tindakan drastis untuk mengurangi laju pertambahan emisi gas rumah kaca dari aktifitas manusia
Jejak karbon dinyaatakan dalam satuan ton setara CO2 (tCO2e) atau kg setara CO2 (tCO2e), hal ini karena gas rumah kaca bukan hanya karbon dioksida CO2 dan dampaknya terhadap pemanasan global pun berbeda-beda.
Jejak karbon sendiri berdasarkan kutipan dari dlh.karanganyar.go.id bahwasanya dihasilkan dari berbagai seumber seperti Individu, Organisasi, Kegiatan dan Produk.
Peternakan merupakan salah satu penyumbang jejak karbon yang besar. Dikutip dari nasional.tempo.co dikatakan bahwa gas metana yang dikeluarkan ternak, terutama sapi, mencapai 14,5 persen dari total emisi gas rumah kaca di dunia. (admin/dnx)