Environesia Global Saraya
07 December 2021
environesia.co.id - "Protokol Kyoto itu kesepakatan dunia yang menyadari bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia. Itu penting sekali. Sebelumnya, tidak tahu masalah dari perubahan iklim dan tidak dipedulikan jadi negara-negara itu tidak sepakat. Ada suatu perundingan internasional yang berkesimpulan perubahan iklim terjadi karena manusia.” ungkap Menteri Lingkungan Hidup periode 2004-2009, Rachmat Witoelar, yang juga menjadi Delegasi Indonesia untuk Protokol Kyoto.
Protokol Kyoto sendiri merupakan perubahan amandemen dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang perubahan iklim yang dislenggarakan di Kyoto, Jepang, pada Desember 1997 oleh karena itu disebut sebagai Protokol Kyoto dinegosiasikan
Pada Kerangka Konvensi UNFCCC, dibentuk badan pengambilan keputusan tertinggi yaitu Conference of the Parties (COP) untuk mencapai tujuan dari UNFCCC tersebut. COP memiliki peran dalam mengkaji, memantau pelaksanaan Konvensi dan kewajiban bagi negara-negara angita. COP juga mempromosikan dan memfasilitasi pertukaran informasi, menyusun rekomendasi kepada partisipan, dan mendirikan badan badan pendukung jika dipandang perlu.
Pengambilan keputusan dan kebijakan tertinggi di bawah otoritas UNFCCC dilaksanakan melalui COP/CMP yang merupakan pertemuan tahunan partisipan UNFCCC, dan Conferences of the Parties serving as meeting of parties to the Protokol Kyoto (COP/CMP).
COP/CMP didukung oleh 2 (dua) badan yaitu Badan Pendukung terkait dengan aspek ilmiah dan teknologi atau Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Badan Pendukung Untuk Pelaksanaan Konvensi atau Subsidiary Body for Implementation (SBI). SBSTA memberikan informasi dan rekomendasi ilmiah serta teknologis secara tepat waktu kepada COP, sedangkan SBI membantu COP mengkaji pelaksanaan dari Konvensi.
Protokol Kyoto
Pertemuan Peserta COP / CCMP ke-3 (Third Session of the Conference of Parties, COP-3) yang diselenggrakan di Kyoto pada tahun 1997 menghasilkan keputusan adopsi (Decision 1/CP.3). Protokol Kyoto untuk Perjanjian Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Protokol Kyoto memberikan dasar bagi negara-negara maju untuk mengurangi total emisi gas rumah kaca setidaknya 5 persen dari tingkat tahun 1990, antara 2008 dan 2012. Komitmen ini mengikat secara hukum dan membebani negara maju atas dasar tanggung jawab bersama tetapi berbeda (common but differentiated responsibilities).
Protokol Kyoto mengatur mekanisme penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) yang dilaksanakan negara-negara maju, yakni:(1) Implementasi Bersama (Joint Implementation), (2) Perdagangan Emisi (Emission Trading); dan (3) Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM).
Joint Implementation (JI) sendiri merupakan mekanisme pengurangan emisi yang memungkinkan negara-negara Annex I untuk mentransfer pengurangan emisi melalui proyek bersama dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Emission Trading (ET) adalah mekanisme perdagangan emisi antara negara maju yang memungkinkan negara maju dengan emisi GRK yang lebih rendah untuk menjual kelebihan emisinya ke negara maju lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Clean Development Mechanism (CDM) merupakan mekanisme pengurangan emisi gas rumah kaca dalam kerangka kerja sama antara negara maju dan negara berkembang. Mekanisme ini bertujuan agar Annex I dapat memenuhi target penurunan emisinya melalui program pengurangan emisi gas rumah kaca di negara berkembang.
Ref:
http://ditjenppi.menlhk.go.id/
https://tirto.id/
http://etd.repository.ugm.ac.id/