Environesia Global Saraya
18 September 2025
Isu perubahan iklim dan peningkatan emisi karbon terus menjadi perhatian global. Selama ini, upaya penyerapan karbon lebih banyak difokuskan pada hutan daratan, padahal ekosistem laut juga memiliki peran penting. Konsep blue carbon hadir sebagai solusi alami untuk mengurangi emisi karbon melalui ekosistem pesisir dan laut.
Artikel ini akan membahas apa itu blue carbon, ekosistem yang berperan di dalamnya, serta potensi besar Indonesia dalam memanfaatkannya untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Blue carbon adalah istilah untuk karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem pesisir dan laut, seperti:
Mangrove
Padang lamun (seagrass)
Hutan rawa payau
Ekosistem ini berfungsi sebagai penyerap karbon alami (carbon sink) yang mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar, bahkan lebih efektif dibandingkan hutan daratan.
Mangrove, lamun, dan rawa pesisir dapat menyerap karbon hingga 3–5 kali lebih besar dibandingkan hutan tropis di daratan. Karbon disimpan tidak hanya di vegetasi, tetapi juga di sedimen yang stabil selama ratusan tahun.
Ekosistem blue carbon berperan melindungi pesisir dari abrasi, banjir rob, dan badai. Dengan demikian, masyarakat pesisir dapat lebih tangguh menghadapi dampak perubahan iklim.
Selain menyerap karbon, ekosistem pesisir juga menjadi habitat penting bagi ikan, udang, kepiting, dan burung laut. Keanekaragaman hayati ini mendukung ketahanan pangan masyarakat.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan memiliki ekosistem pesisir yang luas. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan:
Indonesia memiliki sekitar 3,5 juta hektare hutan mangrove, terbesar di dunia.
Padang lamun tersebar di lebih dari 30 lokasi pesisir utama.
Potensi penyimpanan karbon dari mangrove Indonesia mencapai 3,14 miliar ton CO₂.
Hal ini menjadikan Indonesia salah satu negara kunci dalam menjaga keseimbangan iklim global melalui blue carbon.
Meski potensinya besar, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi:
Alih fungsi lahan pesisir menjadi tambak atau permukiman.
Penebangan mangrove secara ilegal.
Kurangnya regulasi khusus terkait pemanfaatan blue carbon.
Minimnya edukasi dan keterlibatan masyarakat.
Untuk memaksimalkan peran blue carbon, langkah-langkah berikut perlu diperkuat:
Rehabilitasi ekosistem mangrove dan padang lamun.
Peningkatan regulasi yang melindungi kawasan pesisir.
Pemanfaatan mekanisme karbon global, seperti perdagangan karbon (carbon trading).
Pengembangan ekowisata berkelanjutan berbasis mangrove dan lamun.
Blue carbon adalah solusi alami untuk menekan emisi karbon dan memperkuat ketahanan pesisir. Dengan ekosistem mangrove, lamun, dan rawa payau yang luas, Indonesia memiliki potensi besar menjadi pemimpin global dalam pemanfaatan blue carbon.
Melalui perlindungan, rehabilitasi, dan pengelolaan berkelanjutan, ekosistem laut tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir.
Environesia Global Saraya
13 May 2024
Environesia Global Saraya
15 February 2024
Environesia Global Saraya
17 May 2023
Environesia Global Saraya
12 May 2023
Dengan layanan konsultasi lingkungan dan uji laboratorium yang telah tersertifikasi KAN, Environesia siap menjadi solusi untuk kemudahan dan efisiensi waktu dengan output yang berkualitas