Environesia Global Saraya
09 May 2025
Masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia bukan hanya persoalan alam, tapi juga erat kaitannya dengan sektor industri. Meski banyak perusahaan telah menerapkan prinsip green business, pelanggaran terhadap regulasi lingkungan masih marak terjadi—baik karena kelalaian, tekanan operasional, hingga kurangnya pengawasan.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berikut adalah tiga sektor industri yang paling banyak tercatat melakukan pelanggaran lingkungan di Indonesia, baik dari aspek pembuangan limbah, perizinan, hingga ketidakpatuhan terhadap dokumen lingkungan.
Pertambangan masih menduduki peringkat teratas dalam daftar sektor yang paling sering melanggar aturan lingkungan. Hal ini bukan tanpa alasan. Proses eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam seringkali berdampak besar terhadap hutan, air, dan tanah.
Beberapa bentuk pelanggaran yang umum terjadi di sektor ini antara lain:
Operasi tanpa dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang sah
Pembuangan limbah tambang (tailing) ke sungai tanpa pengolahan
Tidak melakukan reklamasi pasca-tambang sesuai ketentuan
Penambangan di wilayah lindung atau tanpa izin lingkungan
Kasus-kasus di Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Papua menjadi contoh nyata bagaimana pertambangan yang tidak dikelola dengan baik dapat merusak lingkungan dan memicu konflik sosial dengan masyarakat adat.
Industri sawit merupakan tulang punggung ekspor Indonesia. Namun, di sisi lain, sektor ini juga menjadi salah satu penyumbang pelanggaran lingkungan terbesar, terutama dalam hal alih fungsi lahan dan pencemaran air.
Beberapa pelanggaran yang sering ditemukan di sektor ini:
Pembukaan lahan dengan pembakaran (illegal burning)
Operasi di kawasan gambut tanpa izin atau tanpa kajian lingkungan
Pencemaran limbah cair dari pabrik pengolahan (POME) ke sungai dan tanah
Tidak adanya sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang memadai
Selain dampaknya terhadap lingkungan, praktik-praktik seperti ini juga merugikan reputasi Indonesia di mata dunia, terutama dari segi keberlanjutan dan rantai pasok global.
Sektor tekstil dan garmen mungkin tidak sekeras tambang atau sawit, tetapi dampaknya terhadap lingkungan sangat nyata, terutama dari sisi pencemaran air. Industri ini menghasilkan limbah cair berwarna, berminyak, dan mengandung zat kimia seperti pewarna sintetik, logam berat, dan surfaktan.
Pelanggaran yang umum di sektor ini meliputi:
Membuang limbah langsung ke sungai tanpa pengolahan
Tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3
IPAL tidak berfungsi optimal atau hanya formalitas
Tidak melakukan pelaporan berkala ke Dinas Lingkungan Hidup
Wilayah-wilayah industri seperti Bandung, Solo, dan Pekalongan kerap menjadi sorotan akibat kualitas air sungai yang terus menurun akibat limbah tekstil.
Ada beberapa faktor utama mengapa pelanggaran lingkungan masih tinggi di sektor-sektor ini:
Kurangnya pemahaman pelaku industri terhadap regulasi
Pengawasan yang tidak merata dan terbatasnya SDM pengawas
Minimnya sanksi tegas dan efek jera
Orientasi bisnis jangka pendek yang mengabaikan aspek keberlanjutan
Ketiga sektor industri ini memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Namun, jika tidak dikelola secara bertanggung jawab, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan bisa membawa dampak jauh lebih luas—mulai dari bencana alam, krisis air bersih, hingga kerugian sosial dan ekonomi.
Sebagai konsultan lingkungan, kami percaya bahwa solusi ada pada penerapan regulasi yang tepat, edukasi kepada pelaku industri, dan kemauan untuk berubah
Environesia Global Saraya
13 May 2024
Environesia Global Saraya
15 February 2024
Environesia Global Saraya
17 May 2023
Environesia Global Saraya
12 May 2023
Dengan layanan konsultasi lingkungan dan uji laboratorium yang telah tersertifikasi KAN, Environesia siap menjadi solusi untuk kemudahan dan efisiensi waktu dengan output yang berkualitas